Selasa, 27 Maret 2012

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN KURIKULUM.

Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Kurikulum itu disusun bukan karena tidak ada alasan. Karena, dalam kurikulum terintegrasi filsafat, nilai-nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan yang pada akhirnya akan mengantarkan seorang pendidik kepada suatu tujuan nasional, yaitu mencerdaskan anak bangsa. Pengembangan kurikulum dilakukan oleh beberapa subject (pelaku), diantaranya adalah ahli ilmu Paedagogik (pendidikan), ahli bidang ilmu, pendidik, pejabat pendidikan, pengusaha, serta unsur-unsur dalam masyarakat lainnya. Dan itulah yang menyebabkan kurikulum itu bersifat dinamis sesuai dengan perubahan dalam aspek-aspek lainnya dalam masyarakat.

Secara garis besar dapat diklasifikasikan beberapa faktor yang membuat kenapa kurikulum dalam lembaga pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah itu selalu berubah dari masa ke masa.

I. Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi sebagai pencetak calon generasi pendidik merupakan salah satu faktor yang vital dalam pengembangan kurikulum. Hal ini bisa dikonkritkan dengan suatu keadaannya, yaitu dengan kemampuan sebuah perguruan tinggi untuk mencetak seorang guru yang mampu menguasai suatu ilmu pengetahuan berupa bidang studi tertentu dan kemampuan seorang guru tadi untuk menerapkan kemampuan dan nalurinya sebagai seorang guru untuk kritis terhadap apa yang terjadi di dalam proses pengajaran di sekolah. Karena pada akhirnya kelas sebagai tempat mengajarlah yang nantinya akan menjadi tolak ukur keberhasilan seorang pendidik memberikan solusinya mengenai cara mengajar agar nantinya suatu materi dapat tersampaikan. Jadi ketika sebuah perguruan tinggi mampu mengarahkan seorang calon guru kepada refleksi terhadap apa yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat agar pendidikan sampai pada tujuannya, kritis terhadap fakta pendidikan yang terjadi, kemudian memberikan sebuah solusi terhadap masalah-masalah yang terjadi dengan menanamkan kepada calon guru kerangka berfikir yang terlatih dengan problem solving (pemecahan masalah) maka sukseslah apa yang diharapakan oleh sebuah perguruan tinggi sebagai Agen Of Change dalam dunia pendidikan. Karena, idealnya lembaga pendidikan adalah sebagai subjek perubahan dalam segala aspek, termasuk juga masalah karakter.

Dalam perguruan tinggi setidaknya ada dua aspek pengaruh yang menentukan keberhasilan pengembangan kurikulum,

1. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang dikembangkan di perguruan tinggi umum. Oleh karena itu, dalam pengajaran di perguruan tinggi sering diterapkan suatu metode belajar diskusi. Hal ini dipilih karena untuk melatih seorang calon guru yang menguasai kemampuan verbal mereka dan sifat kritis mereka melalui kajian-kajian faktual dan update terhadap apa yang terjadi dan pada akhirnya akan membuahkan solusi-solusi yang efektif dan relevan.

2. Pengembangan ilmu pendidikan dan keguruan serta penyiapan guru-guru di Perguruan Tinggi Keguruan (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan). Dalam hal ini yang dimaksud ialah kemampuan seoarang calon guru menguasai suatu ilmu tentang mengajar dan mendidik baik secara teoritis dan juga secara praktis.

II. Masyarakat

Lembaga pendidikan sebagai bagian dari masyarakat dan merupakan agen sosial yang mendapat kepercayaan dari masyarakat dimana lembaga pendidikan itu berada, maka idealnya lembaga pendidikan haruslah mencerminkan kondisi dan tuntutan dalam masyarakat dalam hal pemberian isi kurikulumnya, baik dari segi cara menyampaikan kurikuler tertentu dan kurikuler yang disampaikan. Hal yang harus diperhatikan juga adalah objek pendidikan itu sendiri, masyarakat yang disekolah itu heterogen atau homogen, masyarakat desa atau kota, petani atau pedagang dan juga beberapa aspek lainnya dimana proses pendidkan itu harus mencerminkan sebuah Pendidikan Multikultural. Sebagai salah satu contoh, seorang pendidik tidak bisa memberikan suatu kuliah tentang Kesalahan Konsep Tuhan yang dianut oleh orang kristen tentang trinitas, padahal pada kesempatan itu tidak semua yang hadir dalam kuliah adalah orang yang bertauhid (Islam) ada beberapa peserta didik yang kristen.

Disamping itu, yang perlu dijadikan suatu pedoman adalah Lembaga pendidikan harus bisa menampung aspirasi yang diinginkan oleh masyarakat dimana lembaga pendidikan itu berdiri. Salah satu kekuatan yang ada dalam masyarakat adalah dunia usaha yang ada dalam masyarakat. Pengembangan kurikulum yang diterapkan lembaga pendidikan harus bisa mempersiapkan suatu graduate (lulusan) yang tidak hanya mampu untuk hidup, tetapi juga untuk bekerja dan berusaha. Jenis pekerjaan dan perusahaan yang ada dalam masyarakat menuntut persiapan untuk menghadapi tantangan global yang ada di lembaga pendidikan dimana masyarakat menitipkan amanat kepada lembaga pendidikan. Oleh karena itu, fakta yang ditemukan sekarang adalah menjamurnya lembaga pendidikan baik formal atau informal yang menawarkan jasanya untuk membentuk seorang peserta didik yang berani menghadapi tantangan zaman dan sekolah-sekolah kejuruan yang semakin lebih diminati.

III. Sistem Nilai

Dalam kehidupan masyarakat terdapat sistem nilai, baik nilai moral, etika, keagamaan, sosial, budaya, maupun nilai politis. Lembaga pendidikan sebagai bagian dari masyarakat bertanggung jawab dalam penerusan dan pemeliharaan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu, sistem nilai itu harus terintegrasikan dengan kurikulum yang diterapakan. Pasti akan ada perbedaan antara sistem nilai yang diserapkan dalam kurikulum di negara Indonesia yang menganut sistem nilai moral Pancasila dengan negara di Arab Saudi yang bersistem nilaikan syari’at islam.

Masalah yang dihadapi oleh para pengembang kurikulum adalah masyarakat itu tidak hanya ada satu nilai saja, masyarakat umumnya multietniss dan dan multifaset yang secara otomatis memiliki sistem nilai yang berbeda yang dijunjung tinggi, baik dalam aspek sistem nilai politik, sosial, estetika, etika, religius, dsb. Kesemuanya itu adalah bersifat subjektif dan relatif dalam sebuah kelompok masyarakat.

Oleh karena itu seorang pendidik harus memperhatikan sistem nilai yang ada dan berlaku dalam sebuah tatanan masyarakat tertentu. Agar dalam perjalanannya, sistem nilai tidaklah menjadi sebuah masalah yang dapat menganngu berjalannya proses pendidikan. Beberapa hal yang harus diketahui dan dipahami oleh pendidik mengenai sistem nilai adalah;

1. Pendidik hendaknya mengetahui dan memperhatikan semua nilai yang ada dalam masyarakat.

2. Pendidik hendaknya berpegang pada prinsip demokrasi , etis, dan moral.

3. Pendidik berusaha menjadi teladan yang patut ditiru, guru (digugu lan ditiru)

4. Pendidik menghargai nilai-nilai kelompok lain.

5. Memahami dan menerima keragaman dan kebudayaan sendiri.

Disamping beberarap faktor diatas, ada juga beberpa hambatan yang mejadikan kurikulum tidak bisa berkembang sebagaimana yang dicita-citakan dalam tujuan pendidikan. Beberapa hambatan tersebut terletak pada;

Faktor Intern; Pendidik (Lembaga Pendidikan)

Pendidik yang kurang berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum. Hal tersebut terjadi karena;

1. Kurangnya waktu

2. Kekurang sesuaian pendapat baik antara sesama pendidik, kepada kepala sekolah dan juga kepada adminstrator

3. Kemampuan dan pengetahuan pendidik sendiri

Faktor Ekstern;

· Masyarakat

Walaupun secara tidak langsung, ternyata dukungan dari masyarakat dan khususnya kepada orang tua peserta didik ternyata sangat mempengaruhi dan kadang bisa menghambat tidak berkembangya kurikulum yang telah disusun sedemikian rupa. Dukungan dari masyarakat yaitu berupa dalam dalam aspek pembiayaan dan juga feed back (umpan balik) terhadap sistem yang telah diberlakukan. Karena, masyarakat adalah sumber input dari sekolah. Keberhasilan pendidikan, ketepatan kurikulum yang digunakan membutuhkan bantuan, serta input fakta dan pemikiran dari masyarakat.

· Finansial

Dalam mencapai sebuah tujuan pendidikan dan output memuaskan dari pendidikan yang dicita-citakan biaya merupakan sebuah alasan klasik kenapa pendidikan di Indonesia tidak dapat berkembang secara signifikan, fasilitas, sarana dan prasarana yang kurang memadai selalu menjadi tuntutan yang harus terpenuhi dalam mengembangkan keilmuan dari peserta didik. Dan jelas, secara keseluruhan hal ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

v SEBUAH LANGKAH PENGEMBANGAN KURIKULUM

Salah satu model pengembangan kurikulum adalah ada yang disebut dengan Beauchamp’s system. Dalam model ini ia menerangkan bahwa dalam pengembangan kurikulum itu ada 5 aspek yang perlu diperhatikan dan diterapkan;

I. Menetepkan arena atau lingkup wilayah

Dalam proses ini seorang pengambil kebijakan dalam pengembangan kurikulum menetapakan suatu cakupan yang akan menjadi daerah pengembangan kurikulum tersebut, apakah bersifat regional daerah atau nasional. Dan nanti akan ada satu wilayah yang dijadikan sebagai pilot proyek.

II. Menetapkan Personalia

Langkah ini adalah penetapan orang yang akan turut terlibat dalam pengambangan kurikulum diamana pada saat itu ada 4 kategori orang yang turut terlibat dan berpartisipasi yaitu;

1. Para ahli pendidikan/ kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar.

2. Para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih

3. Para professional dalam system pendidikan

4. Professional lain dan tokoh masyarakat

III. Organisasi dan Prosedur Pengembangan Kurikulum

Yaitu sebuah langkah dimana sang pemegang kebijakan dalam pengembangan kurikulum merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi dan dalam menentukan seluruh desain isi kurikulum. Dalam tahap ini sang pengembang kurikulum menjalani beberapa langkah

1. Membentuk tim pengembang kurikulum

2. Mengadakan penilain atau penelitian terhadap kurikulum yang sedang diterapkan

3. Studi penjagaan tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru.

4. Merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru

5. Penyusunan dan penulisan kurikulum baru

IV. Implementasi Kurikulum

Yaitu langkah dimana suatu model kurikulum dilaksanakan. Pada tahap ini merupakan suatu tahapan dimana kurikulum itu benar-benar diuji kelayakannya. Diwaktu yang sama, semua yang terlibat dalam proses pendidikan harus bisa menyiapkan segalanya, baik dari kesiapan dang pendidik itu sendiri, kesiapan siswa, fasilitas yang menunjang, bahan ajar, biaya, dan tidak kalah juga kesiapan manajerial dari pimpinan lembaga pendidikan atau administrator setempat.

V. Evaluasi Kurikulum

Dalam langkah ini minimal mencakup 4 hal;

1. Evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh para pendidik

2. Evaluasi desain kurikulum

3. Evaluasi hasil belajar peserta didik

4. Evaluasi dari keseluruhan system kurikulum

Data yang diperoleh dari penilaian evaluasi diatas adalah yang dijadikan suatu koreksi untuk penyempurnaan serta prinsip-prinsip yang mendasarinya.

Writen by

Fadhan Anwarodin/ 11410168

SUMBER REFERENSI

Sukmadinata, Nana S. Pengembangan Kurikulum, teori dan praktek. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2010

اَحِبواُ اْلعَرَبَ لِثَلَاثٍ, لِاَنَّى عَرَبِي, وَاْلقُرآنُ عَرَبِي, وَكَلَامُ اَهْلُ اْلجَنَّةِ فِي اْلجَنَّةِ

عَرَبِيٌ [رواه الطبراني]

Artinya ;

“Cintailah bahasa arab karena tiga hal, yaitu bahwa saya adalah orang Arab, bahwa Al Qur’an adalah bahasa arab, dan bahasa penghuni surga adalah bahasa arab.” [HR Thabrani]

BAB I

PENDAHULUAN

Bahasa Arab yang merupakan bahasa Al Qur’an dan menjadi salah satu alat komunikasi internasional. Oleh karena itu mempelajari bahasa Arab menjadi kebutuhan khususnya umat Islam dan terutama bagi mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang menempuh jenjang pendidikan atas di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Khususnya jurusan Pendidikan Agama Islam.

Cabang ilmu nahwu dan sharaf merupakan beberapa macam studi dalam mempelajari kaidah tata bahasa arab yang masing-masing memiliki spesifikasi sendiri dalam pembahasannya. Bila nahwu pembahasannya cenderung ke gramatika, tapi sharaf cenderung membahas mengenai perubahan morfologi kata dalam bahasa arab.

Makalah ini tersusun untuk membahas mengenai macam-macam jama’ khususnya Jama’ Taksir untuk memenuhi tugas mata kuliah bahasa Arab II di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga jurusan Pendidikan Agama Islam.

Rumusan Masalah

1. Ada berapa macam kata jama’ dalam kaidah tata bahasa arab?

2. Apa perbedaan antara Jama’ Mudzakar Salim, Jama’ Muanats Salim, Dan Jama’ Taksir?

3. Berapa macam klasifikasi dalam jama’ taksir

4. Bagaimana kaidah dalam membuat suatu isim mufrad (tunggal) menjadi jama’ taksir?

Masalah-masalah itulah yang nantinya akan dibahas dalam makalah yang kurang sempurna ini.

BAB II

JAMA’ TAKSIR

[Salah satu pembagian Jama’]

Dalam kaidah bahasa Arab ada pembahasan yang membagi isim (kata benda) berdasarkan jumlahnya (kuantitas) yang secara langsung mengubah morfologi sebuah kata benda menjadi bermacam-macam bentuk yang berbeda antara bentuk kata benda tersebut berjumlah satu (mufrad), ganda (mutsana), banyak (jama’). Masing-masing mempunyai bentuk tersendiri yang dirumuskan dalam sebuah timbangan (wazan).

Isim jama’ mempunyai makna isim yang menunjukkan arti lebih dari dua. Isim jama’ selanjutnya dibagi menjadi 3 klasifikasi jama’ yaitu;

A. Jama’ Mudzakar Salim.

Yaitu jama’ yang menunjukan arti lebih dari dua dengan menambahkan و dan ن atau dengan menambahkan “ي” dan “ن

[جَمْعُ اْلمُذَكَرِ السَّلِيْمِ مَا دَلَّ عَلَي اَكْثَرِ مِنْ اِثْنَيْنِ بِزِيَادَةِ "و" و "ن" او "ي" و "ن][1]

Contohya adalah dalam kata ;

NO

BENTUK TUNGGAL (مفرد)

BENTUK BANYAK (جمع)

Kata bahasa arab

Arti

Kata bahasa arab

Arti

1.

مُسْلِمٌ

Orang muslim 1

مُسْلِمُوْنَ/مُسْلِمِيْنَ

Orang-orang muslim

2.

صَالِحٌ

Orang shaleh 1

صَالِحُونَ/صَالِحِيْنَ

Orang-orang shaleh

3.

مُؤْمِنٌ

Orang beriman 1

مُؤْمِنُوْنَ/مُؤْمِنِيْنَ

Orang-orang beriman

Kaidah ini selalu berlaku sama kecuali pada kondisi-kondisi tertentu;

1. Isim Manqus

Isim Manqus yaitu Isim mu’rab yang berakhiran huruf ya’ lazimah dengan tanda mengkasrahkan harakat sebelumnya.[2] Pada keadaan ini kaidah yang berlaku adalah dengan mendhamahkan harakat sebelum wawu dalam keadaan marfu’. Sedangkan dalam keadaan manshub dan majrur dengan mengkasrahkan harakat sebelum ya dan nun. Contohnya;

قَاضِى= berubah menjadi قَاضُوْنَ/ قَاضِيْنَ è hakim

2. Isim Maqsur

Isim maqsur adalah isim mu’rab yang huruf akhirnya adalah alif lazimah dengan tanda harakat fathah sebelum akhir kata.[3] Dalam keadaan ini kaidah yang berlaku adalah dengan membuang alifnya dan tetap fathah sebelum wawu dan ya sebagai tanda bagi alif. Contohnya;

=مُصْطَفَى berubah menjadi مُصْطَفَوْنَ/ مُصْطَفَيْنِ è orang yang suci

B. Jama’ Mu’anats Salim

Yaitu jama’ yang menunjukkan arti lebih dari satu dengan menambhkan huruf ا dan ت

[جَمْعُ اْلمُؤَنَثِ السَّلِيْمِ مَا دَلَّ عَلَي اَكْثَرِ مِنْ اِثْنَيْنِ بِزِيَادَةِ "ا" و "ت"][4]

Contohnya dalam kata;

NO

BENTUK TUNGGAL (مفرد)

BENTUK BANYAK (جمع)

Kata bahasa arab

Arti

Kata bahasa arab

Arti

1.

تِلْمِيْذَةٌ

Murid Pr 1

تِلْمِيْذَاتٌ

Murid-murid Pr

2.

اُسْتَاذَةٌ

Guru Pr 1

اُسْتَاذَاتٌ

Guru-guru Pr

3.

مُسْلِمَةٌ

Orang muslim Pr 1

مُسْلِمَاتٌ

Orang-orang muslim Pr

Rumus menambahkan huruf alif dan ta’ pada akhir untuk membuat suatu isim mua’anats salim menjadi mufrad menjadi jama’ adalah suatu ketetapan. Akan tetapi kaidah ini bisa berubah pada kondisi kondisi dibawah ini;

1. Isim Maqsur

Ketika suatu menemui sebuah isim mu’anats yang maqsur maka kaidahnya adalah dengan mengganti alif lazimah pada akhir kata dengan huruf aslinya yaitu ya’ berharakat fathah yang dipanjangkan dan menambahkan huruf ta’ ta’nis pada akhir kata. Contohnya;

= هُدَى berubah menjadi هُدَيَاتٌ è hidayah

2. Isim mamdud

Isim mamdud yaitu isim yang berakhiran alif zaidah dan hamzah yang menunjukkan makna mu’anats. Dalam keadaan ini maka huruf hamzah yang ada di akhir kata diubah menjadi "و" yang berharakat fathah dan dipanjangkan serta menambahkan huruf "ت" pada akhir kata. Contohnya;

= حَمْرَاءٌ berubah menjadi حَمْرَوَاتٌ è berwarna merah

Diluar pembahasan diatas ada beberapa kata-kata seperti دعد dan سجدة yang memiliki wazan perubahan sendiri, maka perubahannya adalah;

= دَعْدٌ berubah menjadi دَعَدَاتٌ

= سَجْدَةٌ berubah menjadi سَجَدَاتٌ è sujud

Kaidah ini berlaku bagi isim yang berbentuk tsulasi, shahih “ ‘ain ”-nya serta berharakat sukun, sedangkan fa-nya berharakat fathah.

C. Jama’ Taksir

Yaitu jama’ yang menunjukkan lebih dari dua dengan merubah susunan pada bentuk mufradnya seperti dalam kata “كِتَابٌ” menjadi “كُتُبٌ”, “بَيْتٌ” menjadi “بُيُوْتٌ” dan sebagainya.

جَمْعُ التَّكْسِيْر مَا دَلَّ عَلَي اَكْثَرِ مِنْ اِثْنَيْنِ بِتَغْيِرِ صُوْرَةِ مُفْرَدِهِ كَمَا فِي اْلكَلِمَة "كِتَابٌ" يكون "كُتُبٌ" و "بَيْتٌ" يكون "بُيُوْتٌ" وغير ذلك[5]

Jama’ taksir juga sering disebut sebagai jama’ yang tidak beraturan, Pada jama’ taksir inilah suatu isim mengalami banyak perubahan pada morfologinya tidak hanya dengan imbuhan huruf dibelakang seperti pada klasifikasi jama’ mudzakar salim dan jama’ mu’anats salim tetapi berubah secara acak dan tidak ada patokan pasti, beda dengan jama’ muanats salim dan jama’ mudzakar salim yang memilki kaidah lebih pasti. Pada pembahasan jama’ ini banyak dilakukan suatu proses yaitu sima’i, artinya mendengarkan apa yang diucapkan oleh orang arab. Akan tetapi dalam garis besarnya ada beberapa wazan (timbangan) sebagai acuan dalam membentuk isim dari mufrad kepada jama’. Setidaknya ada banyak wazan yang ada dalam pembahasan ini yang dibagi menjadi 2 kelompok;

1. Jama’ Taksir Qillah

Yaitu jama’ yang menunjukkan makna banyak, dengan interval 3 sampai dengan 10.[6] Contoh wazan-wazannya adalah;

افِعْلَةٌ contoh kata yang mengikuti wazannya adalah سِلَاحٌ menjadi اَسْلِحَةٌ

اَفْعُلٌ contoh kata yang mengikuti wazannya adalah نَفْسٌ menjadi اَنْفُسٌ

فِعْلَةٌ contoh kata yang mengikuti wazannya adalah فَتًى menjadi فِتْيَةٌ

2. Jama’ Taksir Katsrah

Yaitu jama’ yang menunjukkan makna banyak antara tiga sampai tidak terbatas. Pada pembahasan ini ada banyak sekali wazan yang begitu rumit ketika dibahas,

a) Untuk Jama’ Berakal Mudzakar

Contoh;

طَالِبٌ mengikuti wazan فَعَلَةٌ menjadi طَلَبَةٌ arti santri-santri

شَرِيْفٌ mengikuti wazan فُعَلَاءٌ menjadi شُرَفَاءٌ arti orang-orang yang mulia

قَاضٍ mengikuti wazan فُعْلَاةٌ menjadi قُضَاةٌ arti hakim-hakim

كَاتِبٌ mengikuti wazan فُعَّالٌ menjadi كُتَّابٌ arti penulis-penulis

قَوِيٌّ mengikuti wazan فَعِلَةٌ menjadi قَوِيَةٌ arti orang-orang yang kuat

وَلَدٌ mengikuti wazan فِعْلَانٌ menjadi وِلْدَانٌ arti anak-anak

b) Untuk isim berwazan اَفْعَلُ yang mu’anatsnya فَعْلَاءٌ mengikuti wazan فُعْلٌ

Contohnya;

اَسْوَدٌ/ سَوْدَاءٌ menjadi سُوْدٌ arti warna hitam

اَبْيَضٌ/ بَيْضَاءٌ menjadi بِيْضٌ arti warna putih

Kaidah di atas berlaku ketika huruf sebelum akhirnya berupa huruf ‘illat

c) Untuk isim yang mufradnya berwazan فَعَلٌ atau فَعْلٌ mengikuti wazan فِعَالٌ atau فُعُوْلٌ atau اَفْعَالٌ.

Contohnya adalah;

جَبَلٌ mengikuti wazan فِعَالٌ menjadi جِبَالٌ arti gunung-gunung

قَلْبٌ mengikuti wazan فُعُوْلٌ menjadi قُلُوْبٌ arti hati

غَرْضٌ mengikuti wazan اَفْعَالٌ menjadi اَغْرَاضٌ arti tujuan

d) Sighat Muntahal Jumu’.

Yaitu setiap jama’ yang ada dua hurufnya setelah alif jama’ taksirnya, atau ada tiga huruf yang huruf tengahnya berharakat sukun. Dalam kategori jama’ ini ada 7 wazan[7] yang berlaku;

1. Wazan فَعَائِلُ.

Wazan ini berlaku bagi jama’ dari isim-isim ruba’i mu’anats yang huruf ketiganya berupa huruf mad tambahan. Contohnya ;

سَحَابَةٌ mengikuti wazan فَعَائِلُ menjadi سَحَائِبُ arti awan mendung

صَحِيْفَةٌ mengikuti wazan فَعَائِلُ menjadi صَحَائِفُ arti halaman buku

2. Wazan فَعَالِيٌّ

Wazan ini berlaku bagi isim tsulatsi (tiga huruf) yang huruf akhirnya [ي] yang bukan berarti ya nasab (menunjukkan kebangsaan). Contohnya;

كُرْسِيٌ mengikuti wazan فَعَالِيٌّ menjadi كَرَاسِيٌ arti kursi-kursi

بُخْتِيٌ mengikuti wazan فَعَالِيٌّ menjadi بَخَاتِيٌ arti berhubungan dengan nasib

3. Wazan فَوَاعِلُ.

Wazan ini berlaku bagi isim yang bukan isim sifat bagi yang berakal dan mudzakar dan sewazan dengan;

جَوْهَرٌ mengikuti wazan فَوَاعِلُ menjadi جَوَاهِرُ arti intisari

خَاتَمٌ mengikuti wazan فَوَاعِلُ menjadi خَوَاتِمُ arti cincin

نَافِذَةٌ mengikuti wazan فَوَاعِلُ menjadi نَوَافِذُ arti jendela-jendela

عَاذِلَةٌ mengikuti wazan فواعل menjadi عَوَاذِلُ arti kritik

4. Wazan فَعَالِى dan فَعَالى.

Wazan yang ke-empat dan ke-lima keduanya berlaku sam, yaitu bagi isim yang berwazan فَعْلَاءُ, jika tidak ada jenis mudzakar baginya seperti;

عَذْرَاءٌ mengikuti wazan فَعَالِى menjadi عَذْارِى arti gadis

صَخْرَاءٌ mengikuti wazan فَعَالِى menjadi صَحَارِى arti padang sahara

Dan bagi isim berwazan فُعْلَى seperti;

حُبْلَى mengikuti wazan فَعَالِى menjadi حَبَالِى arti yang hamil

فَتْوَى mengikuti wazan فَعَالِى menjadi فَتَاوَى arti fatwa

ذِفْرَى mengikuti wazan فعالى menjadi ذَفَارِى arti tulang telinga belakang

Kemudian jama’ khusus pada فَعَالِى bagi isim yang sewazan dengan

سَعْلَاةٌ mengikuti wazan فَعَالِى menjadi سَعَالِى arti

مَوْمَاةٌ mengikuti wazan فَعَالِى menjadi مَوَامِى arti padang pasir

هِبْرِيَةٌ mengikuti wazan فَعَالِى menjadi هَبَارِى arti ketombe

قَلَنْسُوَةٌ mengikuti wazan فَعَالِى menjadi قَلَانِسُ arti songkok

Dan pada wazan فَعَالَى saja, bagi isim-isim seperti فَعْلَانٌ yang mu’anatsnya فَعْلَىى seperti;

سَكْرَانٌ jama’nya سَكَارَى arti orang yang mabuk

غَضْبَانٌ jama’nya غَضَابَى arti kemarahan

Yang mu’anatsnya سَكْرَى dan غَضْبَى.

5. Wazan فُعَالَى

Yang berlaku untuk isim seperti سَكْرَانٌ dan سَكْرَى, sedang bagi isim yang sewazan dengan اَسِيْرٌ dan قَدِيْمٌ, bentuk jama’nya adalah bersifat samai’y[8].

6. Wazan فَعَالِلُ

Wazan فَعَالِلُ dan yang hampir sepadan. Berlaku pada isim-isim rubai’y[9] seperti;

جَعْفَرُ mengikuti wazan فَعَالِلُ jama’nya جَعَافِرَ arti sungai kecil

اَفْضَلُ mengikuti wazan فعالل jama’nya اَفَاضِلُ arti lebih utama

مَسْجِدٌ mengikuti wazan فعالل jama’nya مَسَاجِدُ arti masjid

صَيْرَفٌ mengikuti wazan فعالل jama’nya صَيَارِفُ arti penukar uang/ valas

Kemudian, bagi isim-isim yang khumasi[10] dan sudasi[11] dan subai’y.[12] Isim khumasi, jika mujarad dibuang hurufnya yang ke-lima, seperti pada contoh;

سَفَرْجَلٌ jama’nya menjadi سَفَارِجُ.

Dan jika mazid dengan satu huruf, maka huruf dibuang tambahannya, seperti;

غَضَنْفَرٌ jama’nya menjadi غَضَافِرَ.

Kecuali jika tambahannya itu berupa huruf lin sebelum akhir, maka diganti dengan ya [ي] seperti pada contoh;

قِرْطَاسٌ jama’nya menjadi قَرَاطِيْسُ arti kertas.

عُصْفُوْرٌ jama’nya menjadi عَصَافِرَ arti burung merpati

Jika isim itu mengandung dua tambahan atau lebih, dibuang tambahan yang merusak bagi pembentukan jama’ dan dipilih dari tambahan yang dibuang itu, seperti pada contoh;

عَلَنْدَى jama’nya menjadi عَلَانِدُ/ عَلَادِي arti yang berani

سَرَنْدَى jama’nya menjadi سَرَانِدُ/ سَرَادِى arti unta yang gemuk

Disamping itu ada beberapa jama’ sebagaimana dibawah ini yang hampir sepadan dengan bentuk jama’ diatas. Diantaranya;

زَعْرَفَانٌ jama’nya menjadi زَعَافِرَ arti

اُسْطُوَانَةٌ jama’nya menjadi اَسَاطِيْنُ arti silinder

عَاشُوْرَاءُ jama’nya menjadi عَوَاشِرَ arti bulan ‘asyuro

Dan dalam kasus lain, seperti halnya yang terjadi pada bentuk-bentuk isim yang terdapat imbuhan huruf mim [م] seperti dalam kata; مُسْتَخْرِجٌ dan مُنطَلِقٌ maka huruf tersebut tidak dibuang. Karena huruf mim disitu sebagai imbuhan yang menyatakan bentuk kata. Dan huruf ta’ [ت] pada kata ; اِسْتِخْرَاجٌ, karena kalau bentuk jama’nya سَخَارِيْجُ keluar dari yang semestinya dan itu mengubah makna dari kata itu sendiri.

Maka setiap isim yang telah dibuang huruf zaidahnya (tambahan) maka untuk mencocokan dengan wazan فعالل boleh dengan menambahkan huruf ya’ [ي] pada sebelum huruf akhir dari bentuk jama’nya. Seperti dalam contoh;

سَفَارِيْجُ jama’ dari سَفَرْجَلٌ arti bunga safarjal

زَغَافِيْرُ jama’ dari زَغْرَفَانٌ arti

Dalam pembahasan lain ada juga istilah yang sering disebut dengan جَمْعُ اْلجَمْعِ [jama’nya jama’]. Yaitu keadaan dimana isim tersebut sebenarnya sudah jama’ akan tetapi diperlakukan seperti mufrad dan dijama’kan lagi. Contohnya;

جِمَالَاتٌ jama’ dari جِمَالٌ mufradnya جَمَلٌ arti unta

بُيُوْتَاتٌ jama’ dari بُيُوْتٌ mufradnya بَيْتٌ arti rumah

اَكَالِبُ jama’ dari اَكْلُبٌ mufradnya كَلْبٌ arti anjing

Pada tahap inilah suatu bentuk jama’ itu akan terhenti bentuk-bentuk jama’nya yang mana keadaan inilah yang disebut dengan muntahal jumu’ (tidak ada lagi bentuk jama’ sesudah jama’ sesudah muntahal jumu’). Dan tidak boleh menjama’kan suatu isim yang sudah jama’ menjadai jama’ lagi kecuali dengan simai’y.

Diantara lafadz (kata-kata) ada yang artinya menunjukkan banyak atau kumpulan atau jama’ah, tapi tidak ada bentuk mufradnya dari kata-kata itu. Bentuk ini dinamai dengan “isim jama” seperti dalam kata-kata;

رَكْبٌ arti rombongan

رَهْطٌ arti suatu qabilah

قَوْمٌ arti suatu kaum

جَيْشٌ arti angkatan perang

Dan ada lafadz (kata-kata) yang menunjukkan banyak dan bisa dibedakan dengan bentuk mufradnya, yaitu dengan menambahkan [ة] atau [ي] seperti dalam kata;

عِنَبٌ mufradnya عِنَبَةٌ

سَفَرْجَلٌ mufradnya سَفَرْجَلَةٌ

تُرْكٌ mufradnya تُرْكِيٌّ

Dan isim macam ini dinamakan dengan isim jenis jama’. Dan isim jama’ itu bisa diperlakukan sebagai mufrad dan jama’. Contohnya;

الرَّكْبُ سَارَ arti rombongan itu berjalan

اْلقَوْمُ خَرَجُوا arti kaum itu keluar

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dalam tata Bahasa Arab ada 3 pembagian jama’ yaitu; Jama’ mudzakar salim, salim, jama’ mu’anats salim, dan jama’ taksir

2. Ada berbagai perbedaan cara dalam mengubah isim mufrad menjadi jama’ dalam kaidah jama’ muanats salim, jama’ mudzakar salim dan jama’ taksir

3. Dalam jama’ taksir ada setidaknya 21 klasifikasi yang masing-masing kelompok mempunyai cara sendiri dalam membuat isim mufrad menjadi jama’

4. Kaidah dalam menentukan suatu kata jama’ dalam bahasa arab mengikuti wazan-wazan yang telah ada, disamping itu juga dengan cara simai’y, yaitu dengan cara mendengarkan langsung apa yang diaktakan oleh orang arab.

B. Daftar Pustaka

1. Hifni Bek Dayyab dkk, Kaidah Tata Bahasa Arab [cetakan ketiga], Darul Ulum Press, Jakarta, 1991.

2. Amin Musthafa, An Nahwul Wadhih Juz II, Maktabah Syaikh Salim bin Sya’di Nibhan

3. Sukamto Imadudin dkk, Tata Bahasa Arab Sistematis [cetakan ketiga], Nurma Media Idea, Yogyakarta, 2005.


[1] Amin Musthafa, An Nahwul Wadhih Juz II, Maktabah Syaikh Salim bin Sya’di Nibhan, hal_81

[2] Ibid hal_49

[3] Ibid hal_46

[4] Amin Musthafa, An Nahwul Wadhih Juz II, Maktabah Syaikh Salim bin Sya’di Nibhan, hal_81

[5] Amin Musthafa, An Nahwul Wadhih Juz II, Maktabah Syaikh Salim bin Sya’di Nibhan, hal_81

[6] Sukamto Imadudin dkk, Tata Bahasa Arab Sistematis [cetakan ketiga], Nurma Media Idea, Yogyakarta, 2005. Hal

_10

[7] Hifni Bek Dayyab dkk, Kaidah Tata Bahasa Arab [cetakan ketiga], Darul Ulum Press, Jakarta, 1991. Hal_166

[8] Samai’y atau simai’y maksutnya adalah dengan mendengarkan kebiasaan orang Arab berbicara.

[9] Rubai’y adalah isim/fi’il yang memiliki 4 huruf asli

[10] Khumasi adalah isim/ fi’il yang memiiki 5 huruf asli

[11] Sudasi adalah isim/ fi’il yang memiliki 6 huruf asli

[12] Subai’y adalah isim/ fi’il yang memiliki 7 huruf asli