ISLAM DAN KEBAHAGIAAN
BAB I
PENDAHULUAN
Kebahagiaan
hidup merupakan sesuatu yang pasti menjadi cita–cita semua orang dalam
hidupnya. Kebahagiaan itu dapat berupa keberhasilan seseorang dalam menjalankan
tugas dan kewajiban yang dimiliki dengan baik serta benar maupun keberhasilan
dalam menghindari penderitaan (musibah). Kebahagiaan seseorang dapat ia raih
dari kemampuan dan tidaknya orang tersebut memenuhi kebutuhan keinginannya
(dalam bentuk positif), berangkat dari kata hatinya yang tulus dan murni.
Kebahagiaan
sesorang dapat berbeda-beda bentuk yang diinginkannya antara satu orang dengan
orang yang lainnya. Karena bahagia bisa dikatkan relatif dan hal itu
diakibatkan oleh adanya perbedaan persepsi, filosofi hidup, dan prinsip hidup masing-masing orang. Akan
tetapi, semua orang akan sepakat bahwa kebahgiaan adalah ketika ia mendapatkan
apa-apa yang ia inginkan baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu
muncul sebuah kata-kata plesetan “kecil dimanja, muda foya-foya, tua kaya
raya, mati masuk surga”.
Rumusan masalah
Pada
makalah ini kurang lebih nantinya akan dibahas mengenai identifikasi masalah
dari hakikat kebahagiaan itu sendiri, dan berbagai masalah yang ada dalam usaha
sesorang mencapai kebahagiaan dan berbagai jenis kebahagiaan dari beberapa
sudut pandang.
1. Apa itu kebahagiaan?
2. Bagaimanakah makna kebahagiaan menurut
para ahli?
3. Apa sajakah faktor pendukung datangnya
kebahagiaan seseorang?
4. Apakah penghalang kebahagiaan
seseorang?
5. Bagaimana konsep kebahagiaan menurut
ajaran agama Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna
Kebahagiaan
Bahagia dan sejahtera adalah relatif.
Semua orang akan memberikan komentar yang tidak sama tentang konsep kebahagiaan
itu sendiri, baik faktor kebahgiaan itu sendiri ataupun penyebab sebuah
kebahgiaan. Bahagia dapat dikatakan oleh orang yang tidak menempati bahwa yang
dilihat itu adalah tempat bahagia, atau dapat dikatakan dan dirasakan dalam
bayangan kalau yang dideritanya hilang dari dirinya.
Kebahagiaan ialah suatu keadaan perasaan aman damai serta
gembira. Dengan kata yang lain, kebahagiaan melebihi hanya perasaan kegembiraan. Umumnya,
kegembiraan amat berkait dengan sesuatu kejadian atau pencapaian yang khusus,
sedangkan kebahagiaan berkait dengan keadaan yang lebih umum seperti kesenangan
hidup atau kehidupan berumah tangga. Bagaimanapun, kedua-dua perasaan ini
adalah amat berkait dan juga amat subjektif. (http://ms.wikipedia.org/wiki/Kebahagiaan)
Kebahagiaan seseorang tidak dapat diukur atau
digambarkan, dan berubah-ubah mengikuti peredaran masa dan tempat. Orang yang
kelihatan bahagia tidak semestinya bahagia, dan orang yang kelihatan tidak
bahagia tidak semestinya tidak bahagia. Cuma orang itu sendiri yang tahu (yaitu
berasa) sama ada dia bahagia atau tidak.
B. Makna kebahagiaan menurut para ahli
Definisi kebahagiaan menurut Puspoprojo adalah keinginan yang
terpuaskan karena disadari memiliki sesuatu yang baik secara lebih spesifik ia
memfokuskan pendapatnya pada konsep seseorang dapat merasa puas dan pasti mampu
membatasi keinginan-keinginannya dengan membuat kompromi yang bijaksana. Tetapi,
ada satu hal penting yang menurutnya perlu diberi perhatian khusus adalah bahwa
kepuasan jasmani semata bukanlah kebahagiaan. Kebahagiaan adalah keadaan
subjektif yang menyebabkan seseorang merasa dalam dirinya ada kepuasan
keinginannya dan menyadari dirinya memiliki sesuatu yang baik. Keadaan semacam
itu hanya ada dalam sesuatu yang mampu merenungkan dirinya dan sadar akan
dirinya, yaitu makhluk yang berakal budi.
Kebahagiaan tidaklah sama dengan kegembiraan atau kesenangan.
Kebahagiaan adalah suatu keadaan yang berlangsung (a lasting condition)
dan bukanlah suatu perasaan atau emosi yang berlalu. Secara umum boleh jadi
seseorang merasa bahagia meskipun ia sedang menderita kesedihan, demikian pula
seseorang yang mengalami ketidakbahagiaan yang kronis juga bisa mengenal
saat-saat gembira. Juga kebahagiaan bukanlah suatu disposisi atau sikap jiwa
yang riang gembira, meskipun tidak disangkal bahwa hal-hal tersebut bisa
menolong ke arah kebahagiaan. Sebab sebagian orang dapat memiliki perilaku
demikian meskipun dalam menghadapi kekecewaan.
Filsafat moral memandang kebahagiaan kodrati saja (natural
happiness). Kebahagiaan kodrati adalah pemuasan segala hasrat yang termasuk
dan muncul dari kodrat telanjang manusia (man’s bare nature).
1.
Aristoteles berpendapat bahwa kebahagiaan bukanlah suatu
perolehan untuk manusia dan corak bahagia itu lain-lain dari berbagai ragam,
menurut corak dan ragam orang yang mencarinya. Kadang-kadang sesuatu yang
dipandang bahagia oleh seseorang, tidak demikian oleh orang lain, sebab
kebahagian merupakan suatu kesenangan yang dicapai oleh setiap orang menurut
kehendak masing-masing. Ia juga berpendapat bahwa bahagia itu bukan mempunyai
arti dari satu kejadian, melainkan berlainan coraknya menurut tujuan
masing-masing manusia. Bahagia adalah tujuan akhir tiap-tiap manusia. Pendapat
Aristoteles tersebut akan semakin beda apabila dipadukan dengan pendapat
Hendrik Ibsen, yang secara mendasar ia frustasi dan kecewa dengan realitas
kebahagiaan.
2.
Hendrik berpendapat bahwa mencari kebahagiaan itu hanya
menghabiskan umur, karena jalan untuk menempuhnya sangat tertutup. Setiap usaha
untuk melangkah ke sana senantiasa memperoleh kecewa, karena mula-mula orang
yang menujunya menyangka bahwa perjalanan telah dekat, tetapi secara nyata
sangat jauh. Menurutnya, manusia belum pernah mencapai bahagia sebab setiap
jalan yang ditempuh menjauhkan jalan manusia kepadanya.
3.
Leo Tolsyoy berargumen bahwa yang menjadi sebab manusia
putus asa di dalam mencari kebahagiaaa ialah karena bahagia itu diambilnya
untuk dirinya sendiri bukan untuk bersama. Padahal segala bahagia yang diborong
untuk sendiri itu mustahil berhasil karena bahagia semacam itu selalu
mengganggu kebahagiaan orang lain. Orang lain yang terganggu akhirnya responsif
jika ia tersinggung dan berusaha mempertahankan diri oleh sebab itu bukan lagi
menuntut bahagia memberi keuntungan, tetapi memberi kerugian bersama, pendapat
Tolstoy ini mendapat pengakuan dari Bertrand Russel dan George Bernard Snaw.
4.
Louis O.Kattsoff mengkaji kebahagiaan
dengan mengkorelasikan etika. Diawal kajiannya ia suatu ajaran yang mendasarkan
diri pada suatu tujuan. Tujuan berupa keselamatan abadi dan suatu teori yang
memberi titik berat pada kenikmatan atau kebahagiaan dikatakan bersifat
hedonistik. Hedonisme adalah suatu teori yang mengatakan bahwa kenikmatan atau
akibat-akibat nikmat dalam diri manusia sudah mengandung kebahagiaan.
C.
Faktor pendukung
datangnya kebahagiaan
Di
bawah ini merupakan beberapa faktor atau hal yang dapat menjadikan
kebahagiaan seseorang. Bila beberapa hal di bawah ini dapat terpenuhi oleh
manusia, maka dapat dikatakan ia akan mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya.
1.
Berkesempatan dalam menuntut ilmu
Bila
seseorang ingin mendapatkan apa yang ia cita-citakan maka suatu hal yang harus ia usahakan adalah
belajar dan mengetahui syarat-syarat untuk mendapatkan apa yang ia inginkan dan
salah satunya adalah lewat jalur pendidikan. Dengan prestasi ia akan lebih
mudah mendapatkan apa yang ia inginkan.
2.
Berhasil membina keluarga
Mendapatkan
keluarga yang bahagia adalah dambaan setiap orang. Oleh karena itu jika
seseorang bisa membina keluarga dengan baik, mempunyai anak-anak yang sukses,
shalih dan berbakti kepada orang tua adalah kebahgiaan tersendiri. Karena salah
satu penolong orang tua ketika ia di akhirat adalah anak yang berbakti kepada
orang tua.
D. Penghalang
datangnya kebahagiaan
Dari beberapa orang
yang pernah hidup di dunia ini pasti pernah merasakan dan mengeluh tentang
penyebab tidak hadirnya suatu kebahagiaan yang sangat mereka harapkan dan
diimpikan. Beberapa hal di bawah mungkin adalah penyebabnya, baik itu berasal
dari keluarga, lingkungan masyarakat, lingkugan pendidikan dan teruatama adalah
nikmatnya beribadah dengan Allah.
1.
Kemiskinan
Kemiskinan atau kefakiran adalah
ketidakmampuan usaha seseorang untuk memenuhi kebutuhannya sebagaimana layaknya
kebanyakan orang yang tinggal di lingkungan tertentu dan pada saat tertentu
pula. Kemiskinan adalah hal klasik yang menjadi masalah kenapa orang tidak
bahagia dalam hidupnya.
Kemiskinan merupakan suatu keadaan yang
paling tidak diinginkan oleh semua orang. Karena dengan keadaan tersebut orang
menjadi serba tidak mampu memenuhi, atau sekedar memuaskan keinginan yang
sangat ia dambakan. Walaupun sudah banyak orang yang percaya bahwa kehidupan
yang kekal nanti adalah kehidupan akhirat akan tetapi semua orang juga percaya
dan meyakini bahwa untuk menggapai
kebahagiaan akhirat juga diawali dengan kebahagiaan di dunia untuk menggapai
akhirat.
2.
Perceraian
Mendapatkan dan memiliki keluarga yang langgeng,
sakinnah mawaddah wa rahmah adalah
dambaan dari setiap manusia. Akan tetapi karena berbagai macam halangan dan
cobaan yang dihadapi, kadang ada satu penyebab kenapa keluarga yang tadinya ia
dambakan tidak terwujud, dan salah satu penyebab yang mungkin sering terjadi di
kalangan masyarakat adalah perceraian. Hal itu jelas sangat mempengaruhi
ketenangan seseorang dalam berumah tangga khususnya dalam membentuk keluarga.
3.
Kejahatan
Merupakan suatu luapan emosi seseorang
atas ketidakpuasan atau pelampiasan rasa kesal dan kecewa terhadap suatu realita
keadaan yang ia hadapi atau juga dapat diakibatkan oleh penderitaan hidup,
tekanan batin, atau pelecehan dan penghinaan oleh sekelompok orang tertentu.
Dilihat dari kondisi pelakunya kejahatan
dapat dipicu oleh dua faktor :
Pertama, kurangnya penghasilan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Dia
tidak bisa menerima hal ini dengan penuh hikmah. Oleh karena itu, dia tidak
bahagia dengan apa yang dihadapinya saat ini
Kedua, karena ambisi negative yang membabi
buta, ingin mendapatkan segalanya dengan instant dan cepat dan tidak
perlu menunggu waktu lama dengan menghalalkan segala cara apapun itu.[1]
E. Konsep Kebahagiaan dalam Islam
Pada uraian sebelumnya
telah dijelaskan mengenai makna bahagia dan jalan menempuh kebahagiaan dari berbagai
sudut pandang. Dan sekarang akan dibahas lebih lanjut lagi konsep kebahagiaan
yang diatur dan dijelaskan dalam ajaran agama Islam.
Dalam Islam, pusat segala
kebahagiaan adalah saat seseorang bertemu dengan Sang Khaliq. Tentu bukan
dengan makna bahwa seseorang harus mati terlebih dahulu untuk menggapai sebuah
kebahagiaan, walaupun memang tidak dapat dipungkiri lagi bahwa mati adalah
ujung dari setiap perjalanan hidup manusia.
Kunci kebahagiaan umat Islam adalah
takwa. Selama seseorang terus bertakwa, sesulit, sebesar apapun coabaan orang
pasti akan merasa tenang dan bahagia karena ia telah yakin bahwa Rab-nya selalu
ada di sisinya dan selalu siap memberikan bantuan kepadanya ketika ia
menghadapi banyak cobaan dan musibah. Baik susah maupun senang ia selalu dekat
dengan Rab-nya. Jadi ketenangan dan kebahagiaan adalah bersumber dari Rab-nya
yaitu Allah swt.
Kebahagiaan dalam pandangan agama Islam
bertumpu pada upaya untuk tidak kecewa dengan apapun yang diterima dari Allah.
Sedikit atau banyak tetap disyukuri dan diterima sebagai yang terbaik menurut
pilihan Allah swt, dengan kata lain orang harus bersifat qana’ah.
Qana’ah terdiri dari lima aspek yang terkait
langsung dengan kehidupan manusia, antara lain:
1. Menerima
dengan rela apa yang diberikan Allah.
2. Memohon
kepada Allah tambahan yang pantas dan tetap berusaha.
3. Menerima
dengan sabar akan ketentuan Allah
4. Bertawakal
kepada-Nya
5. Tidak
tertarik dengan tipu daya kesenangan dunia.
Kelima aspek diatas praktis
mengarahkan kita kepada kebahagiaan. Dengan sikap qana’ah, seseorang akan silau
dengan prestasi yang telah diraih oleh orang lain tetapi sibuk mengelola dan
mengurus apa yang sudah diterimanya dan berusaha mensyukurinya. Demikian
pentingnya sikap ini sehingga Rasulullah saw menganggapnya sebagai “harta” yang
tidak akan hilang.
Rasulullah bersabda :
القناعة
مال لاينفد وكنزلايفنى (رواه الطبرانى)
Artinya :
“Qana’ah
adalah harta yang tidak akan hilang dan simpanan yang tidak akan lenyap”
Diperjelas
melalui sanad Ibnu Abbas ketika Rasulullah saw menemui para sahabat Anshar
beliau bertanya “apakah kalian orang-orang mukmin?” lalu mereka pun diam, lalu
Umar Ibnul Khathab berkata, “benar ya Rasulullah,” beliau bertanya lagi,
“apakah tanda keimananmu?”, mereka berkata, “kami bersyukur menghadapi kelapangan,
besabar menghadapi bencana, dan ridha dengan qadha (ketetapan Allah)
Oleh karena itu,
sesuatu yang dapat melanggar dan melawan sunnatullah adalah jika seseorang
menginginkan kebahagiaan tetapi tidak mengeluarkan keringat, bermalas-malasan,
dan tidur sepanjang hari. Ketenangan tidak diraih dari sana, tetapi dari jiwa
yang diisi dengan iman dan takwa dan menyikapi kehidupan ini secara tepat.
Berkaitan dengan ini, Hitai’inah, seorang penyair membuat sepatah syair yang
memiliki maka yang sangat mendalam yaitu
“Bukanlah kebahagiaan itu pada mengumpulkan harta,
Tetapi takwa kepada Allah itulah dia bahagia
Takwa kepada Allah itulah bekal yang sebaik-baiknya
disimpan.
Pada sisi Allah sajalah kebahagiaan bagi orang yang
bertakwa”[2]
Dalam
suatu penggalan hadits juga disebutkan mengenai penjelasan yang lebih rinci
mengenai makna dan hakikat bahagia yang sebenarnya :
وَاِنِ امْرُءٌ يُمْسِى وَيُصْبِحُ سَلِيمًا مِنَ النَاسِ
اِلَّا مَا مَضَى لَسَعِيْدٌ
(الحديث)
Artinya:
“jika petang dan pagi manusia telah
mendapatkan aman dan sentosa dari gangguan manusia itulah dia orang yang
bahagia”
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Kebahagiaan ialah suatu keadaan perasaan aman damai serta
gembira. Dengan kata yang lain, kebahagiaan melebihi hanya perasaan kegembiraan. Umumnya,
kegembiraan amat berkait dengan sesuatu kejadian atau pencapaian yang khusus,
sedangkan kebahagiaan berkait dengan keadaan yang lebih umum seperti kesenangan
hidup atau kehidupan berumah tangga. Bagaimanapun, kedua-dua perasaan ini
adalah amat berkait dan juga amat subjektif
2. Kebahagiaan seseorang
tidak dapat diukur atau digambarkan, dan berubah-ubah mengikuti peredaran masa
dan tempat. Orang yang kelihatan bahagia tidak semestinya bahagia, dan orang
yang kelihatan tidak bahagia tidak semestinya tidak bahagia.
3. Kunci
kebahagiaan umat Islam adalah takwa. Selama seseorang terus bertakwa, sesulit,
sebesar apapun coabaan orang pasti akan merasa tenang dan bahagia karena ia
telah yakin bahwa Rab-nya selalu ada di sisinya dan selalu siap memberikan
bantuan kepadanya ketika ia menghadapi banyak cobaan dan musibah.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Anwar Sanusi. Jalan Kebahagiaan.
Gema Insani Press. Jakarta. 2006
2.
S. Ansory. Jalan Kebahagiaan
Yang Diridhai. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta . 1997
Tidak ada komentar:
Posting Komentar