Rabu, 17 April 2013


ISLAM DAN KEBAHAGIAAN
BAB I
PENDAHULUAN
Kebahagiaan hidup merupakan sesuatu yang pasti menjadi cita–cita semua orang dalam hidupnya. Kebahagiaan itu dapat berupa keberhasilan seseorang dalam menjalankan tugas dan kewajiban yang dimiliki dengan baik serta benar maupun keberhasilan dalam menghindari penderitaan (musibah). Kebahagiaan seseorang dapat ia raih dari kemampuan dan tidaknya orang tersebut memenuhi kebutuhan keinginannya (dalam bentuk positif), berangkat dari kata hatinya yang tulus dan murni.
Kebahagiaan sesorang dapat berbeda-beda bentuk yang diinginkannya antara satu orang dengan orang yang lainnya. Karena bahagia bisa dikatkan relatif dan hal itu diakibatkan oleh adanya perbedaan persepsi, filosofi hidup, dan  prinsip hidup masing-masing orang. Akan tetapi, semua orang akan sepakat bahwa kebahgiaan adalah ketika ia mendapatkan apa-apa yang ia inginkan baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu muncul sebuah kata-kata plesetan “kecil dimanja, muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga”.
Rumusan masalah
Pada makalah ini kurang lebih nantinya akan dibahas mengenai identifikasi masalah dari hakikat kebahagiaan itu sendiri, dan berbagai masalah yang ada dalam usaha sesorang mencapai kebahagiaan dan berbagai jenis kebahagiaan dari beberapa sudut pandang.
1.      Apa itu kebahagiaan?
2.      Bagaimanakah makna kebahagiaan menurut para ahli?
3.      Apa sajakah faktor pendukung datangnya kebahagiaan seseorang?
4.      Apakah penghalang kebahagiaan seseorang?
5.      Bagaimana konsep kebahagiaan menurut ajaran agama Islam?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Makna Kebahagiaan
Bahagia dan sejahtera adalah relatif. Semua orang akan memberikan komentar yang tidak sama tentang konsep kebahagiaan itu sendiri, baik faktor kebahgiaan itu sendiri ataupun penyebab sebuah kebahgiaan. Bahagia dapat dikatakan oleh orang yang tidak menempati bahwa yang dilihat itu adalah tempat bahagia, atau dapat dikatakan dan dirasakan dalam bayangan kalau yang dideritanya hilang dari dirinya.
Kebahagiaan ialah suatu keadaan perasaan aman damai serta gembira. Dengan kata yang lain, kebahagiaan melebihi hanya perasaan kegembiraan. Umumnya, kegembiraan amat berkait dengan sesuatu kejadian atau pencapaian yang khusus, sedangkan kebahagiaan berkait dengan keadaan yang lebih umum seperti kesenangan hidup atau kehidupan berumah tangga. Bagaimanapun, kedua-dua perasaan ini adalah amat berkait dan juga amat subjektif. (http://ms.wikipedia.org/wiki/Kebahagiaan)
Kebahagiaan seseorang tidak dapat diukur atau digambarkan, dan berubah-ubah mengikuti peredaran masa dan tempat. Orang yang kelihatan bahagia tidak semestinya bahagia, dan orang yang kelihatan tidak bahagia tidak semestinya tidak bahagia. Cuma orang itu sendiri yang tahu (yaitu berasa) sama ada dia bahagia atau tidak.
B.     Makna kebahagiaan menurut para ahli
Definisi kebahagiaan menurut Puspoprojo adalah keinginan yang terpuaskan karena disadari memiliki sesuatu yang baik secara lebih spesifik ia memfokuskan pendapatnya pada konsep seseorang dapat merasa puas dan pasti mampu membatasi keinginan-keinginannya dengan membuat kompromi yang bijaksana. Tetapi, ada satu hal penting yang menurutnya perlu diberi perhatian khusus adalah bahwa kepuasan jasmani semata bukanlah kebahagiaan. Kebahagiaan adalah keadaan subjektif yang menyebabkan seseorang merasa dalam dirinya ada kepuasan keinginannya dan menyadari dirinya memiliki sesuatu yang baik. Keadaan semacam itu hanya ada dalam sesuatu yang mampu merenungkan dirinya dan sadar akan dirinya, yaitu makhluk yang berakal budi.
Kebahagiaan tidaklah sama dengan kegembiraan atau kesenangan. Kebahagiaan adalah suatu keadaan yang berlangsung (a lasting condition) dan bukanlah suatu perasaan atau emosi yang berlalu. Secara umum boleh jadi seseorang merasa bahagia meskipun ia sedang menderita kesedihan, demikian pula seseorang yang mengalami ketidakbahagiaan yang kronis juga bisa mengenal saat-saat gembira. Juga kebahagiaan bukanlah suatu disposisi atau sikap jiwa yang riang gembira, meskipun tidak disangkal bahwa hal-hal tersebut bisa menolong ke arah kebahagiaan. Sebab sebagian orang dapat memiliki perilaku demikian meskipun dalam menghadapi kekecewaan.
Filsafat moral memandang kebahagiaan kodrati saja (natural happiness). Kebahagiaan kodrati adalah pemuasan segala hasrat yang termasuk dan muncul dari kodrat telanjang manusia (man’s bare nature).
1.      Aristoteles berpendapat bahwa kebahagiaan bukanlah suatu perolehan untuk manusia dan corak bahagia itu lain-lain dari berbagai ragam, menurut corak dan ragam orang yang mencarinya. Kadang-kadang sesuatu yang dipandang bahagia oleh seseorang, tidak demikian oleh orang lain, sebab kebahagian merupakan suatu kesenangan yang dicapai oleh setiap orang menurut kehendak masing-masing. Ia juga berpendapat bahwa bahagia itu bukan mempunyai arti dari satu kejadian, melainkan berlainan coraknya menurut tujuan masing-masing manusia. Bahagia adalah tujuan akhir tiap-tiap manusia. Pendapat Aristoteles tersebut akan semakin beda apabila dipadukan dengan pendapat Hendrik Ibsen, yang secara mendasar ia frustasi dan kecewa dengan realitas kebahagiaan.
2.      Hendrik berpendapat bahwa mencari kebahagiaan itu hanya menghabiskan umur, karena jalan untuk menempuhnya sangat tertutup. Setiap usaha untuk melangkah ke sana senantiasa memperoleh kecewa, karena mula-mula orang yang menujunya menyangka bahwa perjalanan telah dekat, tetapi secara nyata sangat jauh. Menurutnya, manusia belum pernah mencapai bahagia sebab setiap jalan yang ditempuh menjauhkan jalan manusia kepadanya.
3.      Leo Tolsyoy berargumen bahwa yang menjadi sebab manusia putus asa di dalam mencari kebahagiaaa ialah karena bahagia itu diambilnya untuk dirinya sendiri bukan untuk bersama. Padahal segala bahagia yang diborong untuk sendiri itu mustahil berhasil karena bahagia semacam itu selalu mengganggu kebahagiaan orang lain. Orang lain yang terganggu akhirnya responsif jika ia tersinggung dan berusaha mempertahankan diri oleh sebab itu bukan lagi menuntut bahagia memberi keuntungan, tetapi memberi kerugian bersama, pendapat Tolstoy ini mendapat pengakuan dari Bertrand Russel dan George Bernard Snaw.
4.      Louis O.Kattsoff mengkaji kebahagiaan dengan mengkorelasikan etika. Diawal kajiannya ia suatu ajaran yang mendasarkan diri pada suatu tujuan. Tujuan berupa keselamatan abadi dan suatu teori yang memberi titik berat pada kenikmatan atau kebahagiaan dikatakan bersifat hedonistik. Hedonisme adalah suatu teori yang mengatakan bahwa kenikmatan atau akibat-akibat nikmat dalam diri manusia sudah mengandung kebahagiaan.
C.    Faktor pendukung datangnya kebahagiaan
Di bawah ini merupakan beberapa faktor atau hal yang dapat menjadikan kebahagiaan seseorang. Bila beberapa hal di bawah ini dapat terpenuhi oleh manusia, maka dapat dikatakan ia akan mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya.
1.      Berkesempatan dalam menuntut ilmu
Bila seseorang ingin mendapatkan apa yang ia cita-citakan maka  suatu hal yang harus ia usahakan adalah belajar dan mengetahui syarat-syarat untuk mendapatkan apa yang ia inginkan dan salah satunya adalah lewat jalur pendidikan. Dengan prestasi ia akan lebih mudah mendapatkan apa yang ia inginkan.
2.      Berhasil membina keluarga
Mendapatkan keluarga yang bahagia adalah dambaan setiap orang. Oleh karena itu jika seseorang bisa membina keluarga dengan baik, mempunyai anak-anak yang sukses, shalih dan berbakti kepada orang tua adalah kebahgiaan tersendiri. Karena salah satu penolong orang tua ketika ia di akhirat adalah anak yang berbakti kepada orang tua.

D.    Penghalang datangnya kebahagiaan
Dari beberapa orang yang pernah hidup di dunia ini pasti pernah merasakan dan mengeluh tentang penyebab tidak hadirnya suatu kebahagiaan yang sangat mereka harapkan dan diimpikan. Beberapa hal di bawah mungkin adalah penyebabnya, baik itu berasal dari keluarga, lingkungan masyarakat, lingkugan pendidikan dan teruatama adalah nikmatnya beribadah dengan Allah.
1.      Kemiskinan
Kemiskinan atau kefakiran adalah ketidakmampuan usaha seseorang untuk memenuhi kebutuhannya sebagaimana layaknya kebanyakan orang yang tinggal di lingkungan tertentu dan pada saat tertentu pula. Kemiskinan adalah hal klasik yang menjadi masalah kenapa orang tidak bahagia dalam hidupnya.
Kemiskinan merupakan suatu keadaan yang paling tidak diinginkan oleh semua orang. Karena dengan keadaan tersebut orang menjadi serba tidak mampu memenuhi, atau sekedar memuaskan keinginan yang sangat ia dambakan. Walaupun sudah banyak orang yang percaya bahwa kehidupan yang kekal nanti adalah kehidupan akhirat akan tetapi semua orang juga percaya dan meyakini bahwa untuk  menggapai kebahagiaan akhirat juga diawali dengan kebahagiaan di dunia untuk menggapai akhirat.
2.      Perceraian
Mendapatkan dan memiliki keluarga yang langgeng, sakinnah mawaddah wa rahmah  adalah dambaan dari setiap manusia. Akan tetapi karena berbagai macam halangan dan cobaan yang dihadapi, kadang ada satu penyebab kenapa keluarga yang tadinya ia dambakan tidak terwujud, dan salah satu penyebab yang mungkin sering terjadi di kalangan masyarakat adalah perceraian. Hal itu jelas sangat mempengaruhi ketenangan seseorang dalam berumah tangga khususnya dalam membentuk keluarga.
3.      Kejahatan
Merupakan suatu luapan emosi seseorang atas ketidakpuasan atau pelampiasan rasa kesal dan kecewa terhadap suatu realita keadaan yang ia hadapi atau juga dapat diakibatkan oleh penderitaan hidup, tekanan batin, atau pelecehan dan penghinaan oleh sekelompok orang tertentu.
Dilihat dari kondisi pelakunya kejahatan dapat dipicu oleh dua faktor :
Pertama, kurangnya penghasilan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Dia tidak bisa menerima hal ini dengan penuh hikmah. Oleh karena itu, dia tidak bahagia dengan apa yang dihadapinya saat ini
Kedua, karena ambisi negative yang membabi buta, ingin mendapatkan segalanya dengan instant dan cepat dan tidak perlu menunggu waktu lama dengan menghalalkan segala cara apapun itu.[1]

E.     Konsep Kebahagiaan dalam Islam
Pada uraian sebelumnya telah dijelaskan mengenai makna bahagia dan jalan menempuh kebahagiaan dari berbagai sudut pandang. Dan sekarang akan dibahas lebih lanjut lagi konsep kebahagiaan yang diatur dan dijelaskan dalam ajaran agama Islam.
Dalam Islam, pusat segala kebahagiaan adalah saat seseorang bertemu dengan Sang Khaliq. Tentu bukan dengan makna bahwa seseorang harus mati terlebih dahulu untuk menggapai sebuah kebahagiaan, walaupun memang tidak dapat dipungkiri lagi bahwa mati adalah ujung dari setiap perjalanan hidup manusia.
Kunci kebahagiaan umat Islam adalah takwa. Selama seseorang terus bertakwa, sesulit, sebesar apapun coabaan orang pasti akan merasa tenang dan bahagia karena ia telah yakin bahwa Rab-nya selalu ada di sisinya dan selalu siap memberikan bantuan kepadanya ketika ia menghadapi banyak cobaan dan musibah. Baik susah maupun senang ia selalu dekat dengan Rab-nya. Jadi ketenangan dan kebahagiaan adalah bersumber dari Rab-nya yaitu Allah swt.
Kebahagiaan dalam pandangan agama Islam bertumpu pada upaya untuk tidak kecewa dengan apapun yang diterima dari Allah. Sedikit atau banyak tetap disyukuri dan diterima sebagai yang terbaik menurut pilihan Allah swt, dengan kata lain orang harus bersifat qana’ah.
Qana’ah terdiri dari lima aspek yang terkait langsung dengan kehidupan manusia, antara lain:
1.      Menerima dengan rela apa yang diberikan Allah.
2.      Memohon kepada Allah tambahan yang pantas dan tetap berusaha.
3.      Menerima dengan sabar akan ketentuan Allah
4.      Bertawakal kepada-Nya
5.      Tidak tertarik dengan tipu daya kesenangan dunia.
Kelima aspek diatas praktis mengarahkan kita kepada kebahagiaan. Dengan sikap qana’ah, seseorang akan silau dengan prestasi yang telah diraih oleh orang lain tetapi sibuk mengelola dan mengurus apa yang sudah diterimanya dan berusaha mensyukurinya. Demikian pentingnya sikap ini sehingga Rasulullah saw menganggapnya sebagai “harta” yang tidak akan hilang.
Rasulullah bersabda :
القناعة مال لاينفد وكنزلايفنى (رواه الطبرانى)
Artinya :
“Qana’ah adalah harta yang tidak akan hilang dan simpanan yang tidak akan lenyap”
Diperjelas melalui sanad Ibnu Abbas ketika Rasulullah saw menemui para sahabat Anshar beliau bertanya “apakah kalian orang-orang mukmin?” lalu mereka pun diam, lalu Umar Ibnul Khathab berkata, “benar ya Rasulullah,” beliau bertanya lagi, “apakah tanda keimananmu?”, mereka berkata, “kami bersyukur menghadapi kelapangan, besabar menghadapi bencana, dan ridha dengan qadha (ketetapan Allah)
Oleh karena itu, sesuatu yang dapat melanggar dan melawan sunnatullah adalah jika seseorang menginginkan kebahagiaan tetapi tidak mengeluarkan keringat, bermalas-malasan, dan tidur sepanjang hari. Ketenangan tidak diraih dari sana, tetapi dari jiwa yang diisi dengan iman dan takwa dan menyikapi kehidupan ini secara tepat. Berkaitan dengan ini, Hitai’inah, seorang penyair membuat sepatah syair yang memiliki maka yang sangat mendalam yaitu
“Bukanlah kebahagiaan itu pada mengumpulkan harta,
Tetapi takwa kepada Allah itulah dia bahagia
Takwa kepada Allah itulah bekal yang sebaik-baiknya disimpan.
Pada sisi Allah sajalah kebahagiaan bagi orang yang bertakwa”[2]
Dalam suatu penggalan hadits juga disebutkan mengenai penjelasan yang lebih rinci mengenai makna dan hakikat bahagia yang sebenarnya :
وَاِنِ امْرُءٌ يُمْسِى وَيُصْبِحُ سَلِيمًا مِنَ النَاسِ اِلَّا مَا مَضَى لَسَعِيْدٌ
 (الحديث)
Artinya:
“jika petang dan pagi manusia telah mendapatkan aman dan sentosa dari gangguan manusia itulah dia orang yang bahagia”


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.      Kebahagiaan ialah suatu keadaan perasaan aman damai serta gembira. Dengan kata yang lain, kebahagiaan melebihi hanya perasaan kegembiraan. Umumnya, kegembiraan amat berkait dengan sesuatu kejadian atau pencapaian yang khusus, sedangkan kebahagiaan berkait dengan keadaan yang lebih umum seperti kesenangan hidup atau kehidupan berumah tangga. Bagaimanapun, kedua-dua perasaan ini adalah amat berkait dan juga amat subjektif
2.      Kebahagiaan seseorang tidak dapat diukur atau digambarkan, dan berubah-ubah mengikuti peredaran masa dan tempat. Orang yang kelihatan bahagia tidak semestinya bahagia, dan orang yang kelihatan tidak bahagia tidak semestinya tidak bahagia.
3.      Kunci kebahagiaan umat Islam adalah takwa. Selama seseorang terus bertakwa, sesulit, sebesar apapun coabaan orang pasti akan merasa tenang dan bahagia karena ia telah yakin bahwa Rab-nya selalu ada di sisinya dan selalu siap memberikan bantuan kepadanya ketika ia menghadapi banyak cobaan dan musibah.















DAFTAR PUSTAKA

1.      Anwar Sanusi. Jalan Kebahagiaan. Gema Insani Press. Jakarta. 2006
2.      S. Ansory. Jalan Kebahagiaan Yang Diridhai. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta . 1997



[1] S. Ansory, jalan kebahagiaan yang diridhai. Hal-139
[2] Anwar Sanusi. Jalan Kebahagiaan. Hal-21

Tidak ada komentar: